Mendefinisikan kata nafsu agaknya tidak terlalu sulit. Definisi
pertama dalam KBBI adalah keinginan (kecenderungan, dorongan) hati yang kuat. Akan
tetapi, agaknya definisi ini tidak dapat menguraikan apa yang terjadi di
lingkungan manusia, bahwa nafsu cenderung
mempunyai makna yang negatif. Maka, dapatlah mengambil pengertian kedua dalam
KBBI, yakni dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik.
Dari bacaanmadani.com |
Saya, entah sudah berapa kali
diingatkan perihal nafsu, terutama oleh guru saya sendiri. Intinya, jangan
menuruti nafsu. Betapapun, sebagaimana sering dikatakan guru saya, nafsu itu
cenderung enak, melenakan, dan sebagainya. Sampai titik ini, pemahaman saya
akan nafsu itu sendiri masih sangat sedikit. Kiranya, nafsu (pada waktu tulisan
ini diterbitkan) lebih dikenal sebagai dorongan untuk melakukan tindakan
asusila (yang tidak perlu dijelaskan). Hanya sebatas itu saja. Pengertian ini
pun dapat merujuk pada kata enak (sementara), melenakan, dan sebagainya.
Akan tetapi, sebagaimana manusia
yang semakin cerdas, penipu bernama nafsu itu semakin cerdas pula. Dalam pengertian
ini, nafsu menjadi sangat samar, bahkan sangat mungkin tidak terlihat sama
sekali. Setelah merenungi beberapa hal, sampailah saya pada kesimpulan bahwa
nafsu itu sendiri tidak hanya menggerogoti bagian luar tubuh, tetapi sampai pula
pada otak (baca: pemikiran).
Begini contohnya:
Saya (dilukiskan sebagai) orang yang cerdas, berpengetahuan luas, juga
dihormati karena keilmuannya. Kemudian, pada suatu waktu, saya menemui suatu
hal yang menurut saya keliru. Misal, teman saya menjelaskan konsep X yang
begini dan begitu. Saya, menurut apa yang saya pahami, menilai apa yang disampaikan
teman saya itu keliru. Seharusnya konsep X itu tidak seperti yang dijelaskan
teman saya.
Maka kemudian, di situlah nafsu menjelma bayang-bayang yang merasuki setiap sendi tubuh saya, hingga sampai pada pusat otak. Saya pun mengata-ngatai teman saya sebagai pendusta, tidak tahu ilmu, dan (dengan pengetahuan yang melekat pada saya), saya pun berusaha meluruskannya, membetulkannya, tanpa berdiskusi secara langsung kepada teman saya. Padahal, sangat mungkin, apa yang saya sampaikan justru keliru.
Seperti itulah gambaran nafsu yang menyusup dan menyamar dengan sangat lihai. Memang masih banyak sekali nafsu yang menggerogoti bagian (maaf) selangka**an dan sejenisnya. Akan tetapi, nafsu dunia memang tidak hanya itu. Mereka, nafsu-nafsu itu, telah menemukan bentuk lain untuk menyamar, menutupi dirinya agar tidak terlihat, bahkan sampai dapat membuat dirinya terlihat begitu baik.
Apa yang dicontohkan tersebut hanya sebagian kecil dari bentuk penyamaran nafsu. Bukan tidak mungkin si nafsu itu sedang memperhatikan tulisan ini, kemudian merencanakan penyamaran yang lebih rahasia lagi, hingga ia akan tidak akan tampak sebagai nafsu, tetapi sesuatu yang baik tapi menipu.
Mungkin karena itulah, guru saya tidak pernah bosan untuk mengingatkan saya, untuk sebisa mungkin, menekan (hingga menghilangkan) nafsu dunia dari dalam hati dan pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar